Resume Pertemuan ke-20
Pelatihan Menulis PGRI
Gelombang 23 dan 24
Narasumber : Edi
S. Mulyanta
Moderator : Mulyadi
Bismillahirrahmanirrahim, alhamdulillah pada hari ini Rabu, 2 Maret 2022 pukul 19.00 WIB-selesai, pelatihan belajar menulis PGRI sudah
memasuki pertemuan ke-20. Pertemuan ke-20 ini bisa dikatakan merupakan cek poin
pertama, karena resume materi belajar menulis PGRI dari para peserta calon penulis
bisa dikembangkan menjadi sebuah buku
solo.
Pada pertemuan ke-20 ini materinya tentang “Menguak Dapur
Penerbit Mayor”. Tim kelas BM (Belajar Menulis) menghadirkan narasumber Bapak
Edi S. Mulyanta dari penerbit Andi dan moderator Bapak Mulyadi. Pak Edi bekerja
di penerbit Andi sejak tahun 2022 jabatan beliau sekarang sebagai Publishing
Consultant dan E-Book Development Andi Publisher. Selengkapnya profil Pak Edi
bisa dibuka pada link https://www.pbuandi.com/2021/11/edi-s-mulyanta.html?view=flipcard
Berbicara masalah penerbit mayor sebenarnya istilah
penerbit mayor itu sendiri mengacu pada jumlah produksi buku yang dihasilkan dalam
waktu satu tahun. Penerbit yang mampu menerbitkan 200 judul buku dalam kurun
waktu satu tahun dianggap sebagai penerbit skala mayor.
Semasa pandemi Covid-19 tepatnya tahun 2019 merupakan
tahun terberat dalam dunia penerbitan karena adanya perubahan teknologi yang
serba digital. Perubahan teknologi ini benar-benar menghantam dunia penerbitan
buku di Indonesia bahkan di dunia. Undang-undang no 3 tahun 2017 tentang system
perbukuan memberikan isyarat yang tegas akan hadirnya format media digital yang
diberikan keleluasaan untuk menggantikan dunia cetak yang juga diperkuat dengan
Peraturan Pemerintah no 75 tahun 2019 .
Menurut Pak Edi dari hasil pengamatan selama pandemi
buku digital masih merupakan embrio yang belum bisa menghasilkan keuntungan
yang sama dengan buku fisik/cetak sehingga buku fisik/cetak masih sangat
menarik untuk diproduksi.
Lalu jenis buku apa yang bisa dibuat oleh para penulis?
Pak Edi menyarankan agar para penulis membuat buku dengan tetap mengacu pada
Peraturan Pemerintah no 75 tahun 2019 yang memberikan arah pelaksanaan
Undang-undang perbukuan no 3 tahun 2017, sebagai berikut.
Dengan mengacu pada peraturan pemerintah tersebut para
penulis bisa memilih jenis buku yang akan dituls sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Para
pelaku penerbit pun sama dalam menjalankan roda usahanya.
Perkembangan Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka,
menuntut penerbit-penerbit untuk berlomba-lomba menerbitkan buku yang mendukung
literasi dasar. Sehingga peluang untuk dapat menerbitkan buku menjadi semakin
menarik di tengah-tengah dunia digital.
Mengingat kurikulum baru saat ini menuntut banyaknya
sumber-sumber literasi bagi anak didik maka para penulis hendaknya menyambut
peluang ini. Para pelaku usaha penerbitan pun juga semakin semangat untuk dapat
mengisi peluang tersebut.
Ada empat kuadran yang digunakan oleh penerbit dalam
menentukan buku yang layak terbit atau tidak berdasarkan pada keilmihan dan
market, sebagai berikut.
Jadi kuadran yang menarik bagi penerbit adalah buku
yang punya market besar yang diimbangi dengan kualitas yang ideal.
Untuk menentukan tema-tema buku yang menarik pasar,
penerbit biasanya melakukan scouting atau pencarian tema dan penulis yang
bekerjasama dengan tim riset pemasaran. Penerbit tidak dapat mengesampingkan
data pasar buku di Indonesia dalam memproduksi buku agar setelah terbit
buku-buku tersebut laku keras di pasar dunia perbukuan.
Mengenai pembiayaan produksi buku dan pemasaran di penerbit mayor Pak
Edi menjelaskan bahwa semua biaya produksi hingga pemasarannya dilakukan oleh
penerbit oleh karena itu penerbit mayor mengadakan seleksi terhadap
tulisan-tulisan yang layak untuk diterbitkan. Untuk buku yang ditolak karena
tidak sesuai dengan misi penerbit, pihak penerbit memberi solusi mengenai biaya penerbitannya.
Misalnya dengan dibiayai oleh penerbitnya sendiri, baik melalui dana pribadi,
CSR perusahaan, dana penelitian daerah, dana sekolah dan lain-lain.
Ada trik dari penerbit agar biaya produksi menjadi ringan yaitu dengan menulis berbarengan sehingga biayanya menjadi ringan karena ditanggung bersama antar penulis. Tapi cara ini ada minusnya di mana angka kredit menjadi lebih kecil karena royaltinya dibagi bersama.
Pesan dari Pak Edi selaku narasumber, yang terpenting penulis konsentrasi terhadap keountentikan tulisannya sedangkan untuk masalah penyajian dan penerbiatan itu menjadi tanggung jawab penerbit.
kesimpulannya penerbit adalah lembaga yang mencari profit dan mempunyai idealisme dalam menerbitkan bukunya sesuai dengan visi misnya. penulis hendaknya mengikuti idealisme penerbit dalam menghasilkan buku yang akan dinikmati pembacanya.
Itulah resume materi malam hari ini. Terimakasih Pak
Edi dan Pak Muliadi, ilmu-ilmunya sangat bermanfaat. Jazaakumullah ahsanal jaza'
blog dan tulisannya mantap... kinu tinggal eksen... menulis bukunya...
BalasHapusMakasih Pak Frans..
Hapussiap menuju buku solo ...
HapusLuar biasa ilmu yang bisa diambil dari tiap pertemuan. Sukses bu, semangat.
BalasHapusDesain yang bagus bloknya dan tulisan nya rapi patut jadi contoh
BalasHapusTetap eksis dan semangat menuju buku solo.
BalasHapusAyo.....melaju triuuus
BalasHapusTerimakasih bapak ibu atas semangatnya
BalasHapusAyo..menulis buku solo Bu...
BalasHapusAyo bu tetap semangat untuk menulis
BalasHapusSiapp Bu...
BalasHapusSiap menuju buku solo
BalasHapusSemangat Bu
Hapus